Makam Raja Sultan Hurudji
Makam ini terletak di Desa Modelomo Kecamatan Tilamuta, Provinsi GorontaloSultan
Hurudji merupakan Raja Pertama Boalemo yang dinobatkan pada tahun 1607 M
atau sekitar abad ke 16 silam. Makam Sultan Hurudji adalah makam tua
yang sudah hadir sejak zaman kolonial Belanda. Dan nama Sultan Hurudji
sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Boalemo. Raja pertama
Boalemo ini bernama lengkap Raja Hurudji Bin Idrus Andi Mappanyuki. Dan
makamnya berada di dalam sebuah mesjid megah. Siapa pun yang datang ke
lokasi makam, pasti kaget dengan kemegahan yang ada. Di depan mesjid
tertulis Makam Raja Hurudji Bin Idrus Andi Mappanyuki (1604-1686)
Pembuka / Pendiri Wilayah Boalemo, Tilamoeta-Gorontalo “Olongia Lolipu”.
Dilihat dari tulisan dan jenis huruf yang ada, ini sudah ada sejak
dulu.
Konon menurut sejarah asal usulnya, pada abad 16 silam, ada
sebuah pulau ditemukan rombongan pedagang ketika berlabuhnya perahu
besar yang dikenal Jarangga. Rombongan ini dinahkodai Idrus Andi Is
Mapanyuki yang tidak lain orang tua Raja Hurudji yang sempat mengarungi
perdagangan menuju Kepulauan Ternate. Dalam rombongan para pedagang itu
ikut pula sang isterinya, Zaenab Sultan Babullah bersama empat orang
putranya, masing-masing Hurudji yang lahir 1578 M, Mauhe lahir sekitar
1579 M, Humongio lahir 1580 M dan Hutudji lahir 1582 M.
Pulau yang
ditemukan oleh rombongan pedagang ini adalah kawasan pantai dengan
keberadaan daratannya yang subur dipenuhi jenis tanaman dan pohon jeruk
suanggi. Tumbuhan ini hidup dengan lebat dan buah yang melimpah.
Sehingganya oleh Idrus Andi Is Mapanyuki yang merupakan salah seorang
putra Bone, Sulawasi Selatan itu menyebutnya sebagai buah jeruk.
Karena
dalam perjalanan rombongan pedagang ini sempat menuai hambatan badai
angin serta ombak yang kencang. Maka mereka terpaksa berlabuh dipantai
pada pulau yang dikenal subur ini. Rombongan segera mendirikan pemukiman
dan membuka lahan. Karena sudah cukup lama bermukim dan memenuhi
kehidupannya di wilayah pantai tersebut, oleh Andi Is Mapanyuki kemudian
menyebutnya daratan itu dengan nama Boalemo sejak abad 16.
Asal mula
kata Boalemo ini diambil dari Bahasa Bone dengan alasan wilayah ini
ditemukan oleh orang-orang Bugis Bone. Sementara dalam bahasa Bugis
sendiri, kata Boalemo dibagi dalam dua kata, yakni Boa yang
artinya buah dan Lemo berarti Lemon.
Setelah daratan pantai yang
ditumbuhi pepohonan dan buah jeruk sudah dikenal wilayah Boalemo, maka
saat itu pula mulai ramai dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai
macam suku bangsa. Meski demikian yang paling dominan adalah Suku Bugis
dan Suku Ternate. Seiring dengan waktu bertambahnya para penduduk, maka
dibentuklah sebuah kerajaan Boalemo. Ini dapat ditandai lewat peringatan
upacara agama seperti lebaran Islam dan upacara serah terima jabatan
bupati, camat (Waleya Lo Lipu) yang berpusat di Tilamuta.
Demikian
halnya dengan kebiasaan penyambutan tamu (Motombulu Lo Lipu) ikut
menggelar suksesi adat. Menariknya suksesi adat ini dilaksanakan dengan
cara mengantar bupati bersama camat yang baru saja dilantik dan diarak
dari rumah kediaman bupati dan camat (Yiladiya) menuju Masjid Jami
sambil diselingi musik berupa Tambur (Towahu) atau oleh masyarakat
Gorontalo dikenal dengan Hantalo, dihadiri para pemangku adat (Baate)
dan prajurit (Apita Lau).
Prosesi adat ini konon ikut digelar saat
pengangkatan Sultan Hurudji ketika dinobatkan menjadi raja pertama kali
di Boalemo pada tahun 1607 M yakni abad ke 16 silam. Selama
kepemerintahan Sultan Hurudji ini, wilayah Boalemo semakin maju dan
terus mengadakan kerja sama dengan sejumlah wilayah seperti Ternate dan
daerah lainnya. Bahkan semasa hidupnya, Sultan Hurudji ini sempat tiga
kali menunaikan ibadah haji bersama sang isteri dan membawa anak yang
pertama bernama I Djawa dengan menggunakan perahu Jarangga hasil buatan
empat bersaudara.
Raja Hurudji beserta isterinya, Tawila wafat pada
tahun 1686 M yang saat itu bertepatan hari Jumat secara bersamaan dan
hanya dibedakan oleh waktu. Keduanya dimakamkan di atas sebuah bukit
kecil yang kini nampak megah ini. Makam ini terletak di Desa Modelomo
Kecamatan Tilamuta atau tepat berada di tepi jalan ketika hendak menuju
Pelabuhan Perikanan. Posisi makam Raja Sultan Hurudji berada di dalam
mesjid.
Sebenarnya, makam ini tidak berada dalam masjid jika melihat
sejumlah arsip akhir tahun 2006. Artinya, masjid sengaja dibangun di
lokasi makam agar nampak bahwa makam tersebut berada dalam masjid dan
untuk melindungi makam ini, agar sejarahnya tak akan lapuk oleh zaman.
Dan Sejarah kerajaan Boalemo ini dijadikan dasar oleh pemerintah ketika
menggagas terbentuknya Kabupaten Boalemo yang pisah dari Kabupaten
Gorontalo.
Keberadaan makam ini, telah di renovasi pada tahun
1998-1999, yakni pada saat Gorontalo masih tergabung dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Utara di era pemerintahan Gubernur Sulut E.E.
Mangindaan dan Wakil Gubernur Prof. DR. H.H.A. Nusi. Perbaikan makam
sultan hurudji kembali dilaksanakan pada tahun 2001, setelah Provinsi
Gorontalo resmi berdiri. Saat itu, bantuan renovasi oleh pejabat
Gubernur Gorontalo, H. Tursandi Alwi melalui Dinas Perhubungan dan
Parpostel Provinsi Gorontalo pada proyek APBD Provinsi Gorontalo tahun
anggaran 2001-2002.
Kamis, 30 Januari 2014
kebudayaan gorontalo
Gorontalo adalah provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelumnya, Gorontalo merupakan wilayah kabupaten di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tertanggal 22 Desember 2000.
Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 887.000 jiwa (2004). Provinsi Gorontalo memiliki beberapa objek wisata yang lain yang cukup menarik dan perlu dikembangkan, antara lain, Goa Ular di Kecamatan Batudaa (kira-kira 28 km dari Kota Gorontalo); Benteng Otanaha ; Makam Keramat “ Ju Panggola “ ; Monumen Pahlawan Nani Wartabone ; Danau Limboto ; Menara Keagungan Limboto ; Taluhu Barakati ; Pemandian Air Panas Limbongo ; Pentadio Resort ; Pantai Indah Lahilote ; Benteng Orange ; Danau Perintis di Kecamatan Suwawa (18 km dari Kota Gorontalo); Taman Laut Pulau Limba di Kecamatan Paguyaman, Pulau Bitila di Kecamatan Paguat, Pantai Pasir Putih di Kecamatan Tilamuta, Air Terjun di Kecamatan Tilamuta, Cagar Alam Panua di Kelurahan Libuo, Kota Gorontalo, dan Pulau Asiangi di Kecamatan Tilamuta.
Rumah Adat Dulohupa
Rumah Adat Dulohupa yang merupakan balai musyawarah dari kerabat kerajaan. Terbuat dari papan dengan bentuk atap khas daerah tersebut.
Pada bagian balakangnya terdapat anjungan tempat para raja dan kerabat istana beristirahat sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga. Saat ini rumah adat tersebut berada di tanah seluas + 500m² dan dilengkapi dengan taman bunga, bangunan tempat penjualan cenderamata, serta bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama talanggeda. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adapt ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan. Bangunan ini terletak di Kelurahan Limba, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.
Selain Rumah adat Dulohupa juga ada Rumah Adat Bandayo Pomboide yang terletak di depan Kantor Bupati Gorontalo. Bantayo artinya ‘gedung’ atau ‘bangunan’, sedangkan Pomboide berarti ‘tempat bermusyawarah’ . Bangunan ini sering digunakan sebagai lokasi pagelaran budaya serta pertunjukan tari di Gorontalo. Di dalamnya terdapat berbagai ruang khusus dengan fungsi yang berbeda. Gaya arsitekturnya menunjukkan nilai-nilai budaya masyarakat Gorontalo yang bernuansa Islami.
Tarian Khas Gorontalo
1. Tari Dana-dana adalah tari pergaulan remaja yang sampai saat ini masih berkembang di Daerah Gorontalo.
2. Dungan Tanali adalah petikan gambus dari Gendang Marwas. Syair pantunnya berisi pesan-pesan pembangunan yang dapat disimak oleh penonton.
3. Tari Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara resmi. Tarian ini diangkat dari tari adat malam pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo.
4. Tari Tanam Padi adalah tarian yang digunakan saat merayakan panen raya padi dari para petani, namun juga digunakan dalam panen-panen lainnya sebagai tanda suka cita keberhasilan para petani dalam hasil bumi yang dipanennya.
5. Tari Sabe adalah atraksi alami berupa tarian di atas bara api dengan kekuatan magis. Tarian ini bisa dinikmati di Desa Ayuhulalo yang juga berada di Kecamatan Tilamuta.
Benteng Otanaha
Objek wisata ini terletak di atas bukit di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun sekitar tahun 1522.
Adapun sejarah pembangunan benteng ini adalah sebagai berikut.
Sekitar abad ke-15,dugaan orang bahwa sebagian besar daratan Gorontalo adalah air laut. Ketika itu, Kerajaan Gorontalo di bawah Pemerintahan Raja Ilato, atau Matolodulakiki bersama permaisurinya Tilangohula (1505–1585). Mereka memilik tiga keturunan, yakni Ndoba (wanita),Tiliaya (wanita),dan Naha (pria).Waktu usia remaja,Naha melanglang buana ke negeri seberang, sedangkan Ndoba dan Tiliaya tinggal di wilayah kerajaan.
Suatu ketika sebuah kapal layar Portugal singgah di Pelabuhan Gorontalo Karena kehabisan bahan makanan, pengaruh cuaca buruk, dan gangguan bajak laut.
Mereka menghadap kepada Raja Ilato. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan, bahwa untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negeri, akan dibangun atau didirikan tiga buah benteng di atas perbukitan Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat yang sekarang ini, yakni pada tahun 1525.
Ternyata, para nakhoda Portugis hanya memperalat Pasukan Ndoba dan Tiliaya ketika akan mengusir bajak laut yang sering menggangu nelayan di pantai.Seluruh rakyat dan pasukan Ndoba dan Tiliaya yang diperkuat empat Apitalau, bangkit dan mendesak bangsa Portugis untuk segera meninggalkan daratan Gorontalo.Para nakhkoda Portugis langsung meninggalkan Pelabuhan Gorontalo.
Ndoba dan Tiliaya tampil sebagai dua tokoh wanita pejuang waktu itu langsung mempersiapkan penduduk sekitar untuk menangkis serangan musuh dan kemungkinan perang yang akan terjadi.Pasukan Ndoba dan Tiliaya,diperkuat lagi dengan angkatan laut yang dipimpin oleh para Apitalau atau ‘kapten laut’, yakni Apitalau Lakoro, Pitalau Lagona, Apitalau Lakadjo, dan Apitalau Djailani.
Sekitar tahun 1585, Naha menemukan kembali ketiga benteng tersebut. Ia memperistri seorang wanita bernama Ohihiya.Dari pasangan suami istri ini lahirlah dua putra, yakni Paha (Pahu) dan Limonu.Pada waktu itu terjadi perang melawan Hemuto atau pemimpin golongan transmigran melalui jalur utara. Naha dan Paha gugur melawan Hemuto.
Limonu menuntut balas atas kematian ayah dan kakaknya. Naha, Ohihiya, Paha, dan Limonu telah memanfaatkan ketiga benteng tersebut sebagai pusat kekuatan pertahanan. Dengan latar belakang peristiwa di atas,maka ketiga benteng dimaksud telah diabadikan dengan nama sebagai berikut. Pertama, Otanaha. Ota artinya benteng. Naha adalah orang yang menemukan benteng tersebut. Otanaha berarti benteng yang ditemukan oleh Naha.
Kedua,Otahiya. Ota artinya benteng. Hiya akronim dari kata Ohihiya, istri Naha Otahiya, berarti benteng milik Ohihiya. Ketiga Ulupahu.Ulu akronim dari kata Uwole,artinya milik dari Pahu adalah putera Naha.Ulupahu berarti benteng milik Pahu Putra Naha.
Benteng Otanaha, Otahiya, dan Ulupahu dibangun sekitar tahun1522 atas prakarsa Raja Ilato dan para nakhoda Portugal.
Benteng Otanaha terletak di atas sebuah bukit, dan memiliki 4 buah tempat persinggahan dan 348 buah anak tangga ke puncak sampai ke lokasi benteng. Jumlah anak tangga tidak sama untuk setiap persinggahan. Dari dasar ke tempat persinggahan I terdapat 52 anak tangga; II = 83; III = 53; IV = 89; Benteng = 71 anak tangga (total: 348 tangga naik).
Makam Keramat “Ju Panggola”
Makam Keramat Ju Panggola terletak di Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, kira-kira 1 km ke arah barat dari lokasi Benteng Otanaha. Makam keramat ini terletak di atas bukit pada ketinggian 50 meter dari jalan raya, tepat di perbatasan Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo. Dari atas bukit ini kita dapat melihat Danau Limboto yang luas, dengan airnya yang makin kritis, dari kedalaman 32 meter kini tinggal 5 hingga 7 meter.
Ju Panggola adalah sebuah gelar atau julukan. Ju berarti ‘ya’, sedangkan Panggola berati ‘tua’. Jadi, Ju Panggola artinya Ya Pak Tua. Dalam sejarah nama Pak Tua tersebut adalah Ilato, yang artinya kilat. Karena kesaktian dan sifat keramatnya Ilato, mempunyai kemampuan untuk menghilang dan muncul jika negeri dalam keadaan gawat.
Makam tersebut memiliki banyak keajaiban,antara lain, tanah di atas bukit itu berbau harum. Menurut sejarah bahwa bukit tersebut pernah dihuni oleh beliau sebagai tempat bermunajat ke hadirat Alla swt.
Keajaiban tersebut masih dapat disaksikan hingga sekarang ini. Di makam itu setiap penziarah datang dan mengambil segengaman tanah di seputar makam, dan anehnya tanah galian tersebut tidak pernah menjadi lubang yang dalam padahal ribuan manusia mengambil tanah tersebut sebagai azimat.
Makam Ju Panggola setiap hari mendapat kunjungan dari para wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Sebagian dari mereka melaksanakan salat di Masjid Ju Panggola, sambil berdoa dan memohonkan berkah penyebuhan dari sakit yang diderita mereka.
Monumen Pahlawan Nani Wartabone
Monumen Nani Wartabone dibangun sekitar tahun 1987 pada masa pemerintahan Drs. A. Nadjamudin, Walikotamadya Gorontalo. Monumen ini terletak di Lapangan Teruna Remaja, Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selalatan, Kota Gorontalo, tepat di depan rumah Dinas Gubernur Provinsi Gorontalo saat ini .
Beliau lahir pada tanggal 30 April 1907 dan wafat tanggal 3 Januari 1996. Ayah beliau bernama Zakaria Wartabone, seorang Jogugu (semacam Camat) pada zaman Pemerintahan Belanda. Ibu beliau bernama Saerah Mooduto.
Pada Jumat, 07 November 2003 pukul 10.00 WIB Alm Haji Nani Wartabone dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden RI Megawati Sukarnoputir bertempat di Istana Negara ditandai dengan pembacaan Surat Keppres RI Nomor 085/TK/2003, tanggal 6 November 2003.
Beliau pernah memimpin Pemerintahan Sipil di Gorontalo pasca-Hindia Belanda yang berumur 144 hari, dengan penduduk berjumlah 300 ribu orang. Wilayanya mencakup wilayah timur, Molibagu dan Kaidipang (sekarang wilayah Bolmong), dan wilayah barat, Buol dan Tolitoli (Sulteng).
jiwa patriotisme yang tumbuh dan terpelihara sejak abad ke-17, berpuncak pada patriotisme 23 Januari 1942, merupakan batu-batu kerikil yang dipersembahkan rakyat Gorontalo dalam batas-batas kemampuannya dalam pembangunan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945.
Jiwa patriotik tersebut muncul dan tumbuh terus pada masa kekuasaan Jepang, serta terus dibina dan diwariskan kepada generasi sekarang.
Monemen Nani Wartabone dibangun untuk menghomati jasa Pahlawanan Perintis Kemerdekaan Nani Wartabone, asal Gorontalo, dan mengingatkan masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942, dengan harapan hasil perjuangan itu akan tumbuh dalam jiwa generasi sesudahnya untuk membangun Indonesia tercinta ini dalam mengisi kemerdekaan.
Beliau lahir pada tanggal 30 April 1907 dan wafat tanggal 3 Januari 1996. Ayah beliau bernama Zakaria Wartabone, seorang Jogugu (semacam Camat) pada zaman Pemerintahan Belanda. Ibu beliau bernama Saerah Mooduto.
Danau Limboto
Di objek wisata Danau Limboto yang terletak di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, yang saat ini memiliki kedalaman antara 5 hingga 8 meter ini, para pengujung atau wisatawan dapat menikmati berbagai kegiatan, antara lain, memancing, lomba berperahu, atau berenang. Selain itu, mereka juga dapat menikmati ikan bakar segar yang disediakan oleh mayarakat nelayan setempat dengan harga yang relatif murah.
Danau Limboto dari tahun ke tahun luas dan tingkat kedalamannya terus berkurang. Luas Danau Limboto pada tahun 1999 berkisar antara 1.900-3.000 ha, dengan kedalaman 2-4 meter (Cabang Dinas Perikanan Kabupaten Gorontalo, 2000). Pada tahun 1932, luas perairan ini mencapai 7.000 ha, dengan kedalaman maksimum 30 m (Sarnita, 1996).
Menara Keagungan diresmikan oleh Wakil Presiden RI Dr. Hamzah Haz, pada hari Sabtu, 20 September 2003. Nama menara ini ditetapkan berdasarkan SK Bupati Gorontalo Nomor 717 Tahun 2003 tanggal 18 September 2003 yang telah disetujui oleh DPRD Kabupaten Gorontalo. Menara ini dibangun sejak tahun 2002 dan menelan biaya Rp 8,6 miliar, dikerjakan oleh PT Gunung Garuda Indonesia dan PD Pedago Kabupaten Gorontalo.
Tinggi Menara Keagungan 65 meter, terdiri atas lima lantai, dengan rincian (dari dasar ke puncak menara):
1. Lantai I = 446,56 m2 tinggi 10 meter, auditorium 199,3 m2, selasar 212,38m2, dengan daya tampung 200 orang, dirancang untuk tempat rapat;
2. Lantai II = 352,25 m2, tinggi 14 meter, kapasitas 120 orang, dirancang sebagai tempat restauran;
3. Lantai III = 157,3 m2, tinggi 30 meter, kapasitas 40, dirancanakan sebagai tempat penjualan suvenir (toko suvenir);
4. Lantai IV = 96,96 m2, tinggi 39 meter, dengan kapasitas 20 orang;
5. Lantai V = 31,36 m2, tinggi 58 meter, kapasitas 10 orang.
6. Puncak menara setinggi 65 berbentuk kubah.
7. Lebar kaki pancang 21 meter.
Menara ini dilengkapi dengan dua lampu sorot dengan jarak jangkauan masing-masing 70 km.
Nama Pengunjung Perdana Menara Keagungan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Masing-masing telah menyetor sebesar Rp 50 juta, dan nama-nama mereka diabadikan dalam prasasti sebagai Pengunjung Perdana. Mereka adalah:
1. Hi. Abdullah Alkatiri, S.H.
2. Hi. Zainuddin Hasan, M.B.A.
3. Hi. Syamsur Yunus
4. Drs. Hi. Rusli Habibie
5. Agung Mazin, S.H.
6. Drs. Hi. Hamzah Isa, S.H.
7. Hi. Roem Kono
8. Dr. Ir. Moh. Revodi A.
9. Ir. Hi. Hamid Kuna
10. Hi. Rahmat Gobel
11. Dr. Hi. Dahlan Muda
Pantai Indah Lahilote
Pantai Indah Lahilote merupakan objek wisata pantai yang terletak di Pantai Lahilote Kelurahan Pohe, Kecamatan Kota Selatan, kurang lebih 6 km dari pusat Kota Gorontalo. Di pantai ini terdapat sebuah batu berbentuk tapak kaki, yakni dimitoskan sebagai tapak kaki seorang pengembara muda Gorontalo yang bernama Lahilote. Kata ini berasal dari kata botu yang bererarti batu, liyodu berarti tapak kaki. Jadi, botu liyodu adalah batu berbentuk tapak kaki.
OBYEK WISATA TIRTA DANAU PERINTIS
Danau Perintis terdapat di Desa Huluduotamo Kec. Suwawa ± 11 Km dari pusat kota Gorontalo dan dapat ditempuh ± 12 menit dengan kendaraan. Obyek wisata ini merupakan danau air tawar ± 6 Ha yang memiliki nilai sejarah dibuat olh Alm. Bapak Nani Wartabone saat untuk kepentingan pengairan sawah.. Air yang mengalir ke Danau Perintis berasal dari mata air pegunungan yaitu mata air Lulahu dan mata air Poso. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu berperahu, memancing, renang dan rekreasi/perkemahan.
AIR TERJUN PERMAI TALUDAA
Air Terjun Permai Taludaa berlokasi di Desa Taludaa Kec. Bonepantai ± 65 Km dari pusat Kota Gorontalo. Dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Air terjun yang mempunyai ketinggian ± 42 m dan bentangan ± 15 m tersebut terdapat dalam kawasan hutan Agro Wisata seperti pohon Durian, Langsat, Nangka dan pepohonan yang rindang dengan air yang bersih dan jernih.
LAPANGAN GOLF YOSONEGORO
Terletak di Desa Yosonegoro Kecamatan Limboto Barat, di kelilingi oleh lapangan pacuan kuda. Terdapat fasilitas lapangan Golf 9 hole. Lapangan Golf Yosonegoro terletak 23 km dari pusat Kota Gorontalo
CAGAR ALAM TANGALE
Berada di Kecamatan Tibawa. Lokasi ini terdapat beraneka ragam pohon hutan tropis dan juga menjadi habitatnya fauna khas Sulawesi. Cagar alam ini berada sekitar 55 km dari pusat Kota Gorontalo
CAGAR ALAM PULAU MAS, PULAU POPAYA & PULAU RAJA
Terletak di Desa Ponelo Kecamatan Kwandang. Di tempat ini terdapat berbagai macam flora dan fauna serta taman laut yang indah setara Bunaken . Jarak dari pusat Kota Gorontalo sekitar 70 km.
ISTANA JIN
Terletak di Kota Jin (Ibu Kota Kecamatan Atinggola) berjarak ± 90 km ke arah Timur Laut dari Kota Gorontalo. Bangunan ini terdiri dari stalagtit dan stalagnit yang oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai Istana Jin.
PANTAI DAN PULAU MOHUPOMBI
Merupakan salah satu obyek wisata yang memiliki pesona dan daya tarik tersendiri yang terletak di Kec. Tilamuta. Salaha satu keistimewaannya adlah biota laut yang belum tersentuh oleh tangan manusia. Pulau ini dapat dicapai dengan menempuh perjalanan laut dari pantai Mohumpombi ± 30 menit
Khas endemik / langka
Anoa (bubalus Depressicornis), Kuskus (Phalanger Ursinus), Kera Sulawesi (Macaca Nigra Nigrecens), (Babyrousa babirusa), Musang Sulawesi (Macrogalidia Musschenbroeki), Singapuar (Tarsius Spectrum), Burung Maleo (Macrocephalon Maleo), Kelelawar Badak (Rhinolapas sp), Ular Bakau (Biogedendronphila).
Geliat ‘Sunset’ Pantai Leato Gorontalo yang Menawan,
Tetapi Belum Dikelola Secara Profesional
Gorontalo–Suara Karya Online–Gemulung ombak bergerak perlahan menghempas tepian pantai. Sejauh mata memandang terhampar samudra dengan keelokan alamnya. Di ufuk barat mentari mulai memasuki batas cakrawala. Langit dan air laut memantulkan warna kemerah-merahan. Begitulah pesona sunset di Pantai Leato.
Suasana menakjubkan di kala senja itu sangat menggugah hati manusia akan kebesaran Sang Pencipta. Apabila seorang fotograper mampu mengabadikan momen itu dengan baik, tentu foto yang dihasilkan akan dikagumi orang.
Tetapi kalau sunset itu disaksikan secara langsung, tentu saja kekaguman itu akan melebihi apa yang terlihat dalam foto.
Ada sembilan sungai yang tergolong agak besar/ sungai – sungai tersebut masing – masing :
1. Sungai Bone ( bermuara di Kotamadya Gorontalo )
2. Sungai Bolango ( bermuara di Kotamadya Gorntalo )
3. Sungai Paguyaman ( di Kecamatan Paguyaman )
4. Sungai Randangan ( di Kecamatan Marisa )
5. Sungai Taludaa ( di Kecamatan Bone Pantai )
6. Sungai Popayato ( di Kecamatan Popayato )
7. Sungai Molosipat ( di Kecamatan Popayato )
8. Sungai Atinggola ( di Kecamatan Atinggola ) mengalir ke utara
Sungai Tolinggula ( di Kecamatan Sumalata ) mengalir ke utara.
2). Terminologi kata Gorontalo
Asal usul penyebutan nama Gorontalo dari berbagai sumber meskipun terdapat berbagai pendapat dan penjelasan :
1. Berasal dari Hulonthalangi, nama salah satu kerajaan yang kemudian disingkat menjadi Hulonthalo.
2. Hulontalangi berasal dari Huo lolonthalango artinya orang Gowa yang berjalan kian kemari
3. Hulutalangi yang berarti lebih mulia.
4. Hulua lo tola artinya tempat pembiakan ikan kabos ( gabus ).
5. Pogolatalo atau Pohulotalo artinya tempat menunggu.
6. Gorontalo, nama salah seorang kemanakan raja Tidore.
7. Gunung Telu, dari ucapan orang Gowa, apabila mereka hendak memasuki pelabuhan Gorontalo terlihat dari jauh adanya 3 buah gunung menonjol.
8. Meningatkan perpindahan penduduk dari tempat yang tinggi berbukit – bukit (hunto) kesuatu tempat yamg
3). Politik Pemerintahan
Sumber – sumber dan literaur –literatur tentang sejarah Gorontalo di dapat bahwa sebelum masa penjajahan Belanda keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan – kerajaan yang di atu menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan – kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “ pohalaa “. Beberapa literatur menyebutkan di Daerah Gorontalo terdapat lima pohalaa, yaitu :
- Pohalaa Gorontalo
- Pohalaa Limboto
- Pohalaa Bone ( termasuk Suwawa dan Bintauna )
- Pohalaa Bolango, tahun 1862 diganti Boalemo
- Pohalaa Atinggola
Raja – raja dari pohalaa – pohalaa tersebut ditentukan oleh baate – baate ( pemangku adat ) menurut garis keturunan, tetapi pada masa penjajahan Belanda baate – baate hanya mencalonkan dan yang memutuskan adalah pemerintah hindia Belanda.
Langganan:
Komentar (Atom)